Penalaran adalah proses berpikir
yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
A. Penalaran
Deduktif
Penalaran Deduktif adalah
suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya
telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan
teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan
kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep
dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh : yaitu sebuah sistem
generalisasi.
TV adalah barang eletronik dan
membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
VCD Player adalah barang
elektronik dan membutuhkan daya listrik untukberoperasi,
Generalisasi : semua barang
elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Penalaran Deduktif yaitu Penalaran yang bertolak dari
sebuah konklusi/kesimpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang
lebih umum. Dalam penalaran deduktif terdapat premis. Yaitu proposisi tempat
menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung.
1. Penarikan
secara langsung ditarik dari satu premis.
2. Penarikan
tidak langsung ditarik dari dua premis.
Premis pertama adalah premis yang bersifat umum sedangkan
premis kedua adalah yang bersifat khusus.
ANALISA PENALARAN DEDUKTIF
Bentuk
standar dari penalaran deduktif adalah silogisme, yaitu proses penalaran di
mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa
konklusi)
Bentuk
silogisme
·
Silogisme kategoris:
terdiri dari proposisi-proposisi kategoris.
·
Silogisme hipotesis:
salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.
Misalnya:
Premis 1
: Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2
: Sekarang hujan
Konklusi
: Maka jalanan basah.
Bandingkan
dengan jalan pikiran berikut:
Premis 1
: Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2
: Sekarang jalanan basah
Konklusi
: Maka hujan.
Silogisme
Standar
Silogisme
kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi
1 dan 2 adalah premis
Proposisi
3 adalah konklusi
Contoh:
“Semua
pahlawan adalah orang berjasa
Kartini
adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.
Kesimpulan
hanya dicapai dengan bantuan proposisi dua
Jumlah term-nya
ada tiga, yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.
Masing-masing term digunakan
dua kali.
Sebagai
S, “Kartini” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Sebagai
P, “orang berjasa” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak
terdapat di konklusi.
Term ini disebut term tengah (M,
singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan termtengah
inilah konklusi ditemukan (sedangkan term tengah sendiri
hilang dalam konklusi).
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor,
maka premis yang mengandungterm mayor disebut premis mayor (proposisi
universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.
Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor,
maka premis yang mengandungterm minor disebut premis minor (proposisi
partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.
Term mayor akan menjadi term predikat
dalam kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek
dalam kesimpulan
Dengan
demikian, kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”.
Kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor(yang
mengandung P) dengan premis minor (yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah
(M).
Karena M
= P; sedang S = M; maka S = P
Premis mayor M
= P M = term antara
Premis
minor S = M P = term mayor
Kesimpulan
S = P S = term minor
Hukum-hukum
Silogisme
a.
Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1. Jumlah term tidak
boleh kurang atau lebih dari tiga
2. Term menengah
tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3. Term subyek
dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada dalam premis.
4. Luas term menengah
sekurang-kurangnya satu kali universal.
b.
Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.
1. Jika
kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2. Kedua
premis tidak boleh sama-sama negatif.
3. Jika
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi
yang paling lemah)
4. Salah
satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
Bentuk
Silogisme Menyimpang
Dalam
praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan
lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada
bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan
dalam bentuk standar.
Contoh:
“Mereka
yang akan dipecat semuanya adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan
bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat”.
Bentuk
standar:
“Semua
orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu
adalah orang yang bekerja disiplin.
Kamu
bukanlah orang yang akan dipecat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar